1. Mereka yang telah memperoleh izin memperoleh Ilmu Syathariyah/ Ilmu Nubuwah, ketaatan dan kesetiaannya kepada Guru Wasithah dan ajarannya, tumemennya berusaha untuk selalu ka al-mayyiti baina yadi al-ghasili.
2. Saling menjaga dan memelihara kokoh dan kompaknya jamaah dalam kerangka melaksanakan Dawuh Guru dengan rasa kekeluargaan yang perasaan rohaniahnya dipenuhi dengan rasa mahabbah bi-Rauhillah, sebagaimana dipandu oleh Qaidah IX.
(Nyegara, berlapang dada saling ingat mengingatkan, saling memaafkan, saling melengkapi, saling bermusyawarah bagaimana seharusnya melaksanakan Dawuhnya Guru).
3. Imannya yang ma’rifatun wa tashdiqun disuburmakmurkan oleh kesungguhan hatinya dalam memahami dan mengamalkan apa yang dijelaskan dalam gambaran nyata tentang Kalimatun Thayyibatun ka sajaratin thayyibatin, pada malam Nuzul Al Quran, pada bulan Ramadhan 1429 H yang lalu.
4. Berkepedulian tinggi terhadap program-program organisasi Dawuh Guru yang mengutamakan sumber pendidikan yang Islami, pemberdayaan warga serta jangkauannya terhadap cita-cita luhur berbangsa dan bernegara. Yaitu gerakan tapa ana ing sak tengahing praja dan nyingkrih ana ing sak tengahing kalangan.
5. Perangnya, kalau di zaman Junjungan Nabi Muhammad SAW (sebagai lakon pitukonnya) dengan mengangkat senjata, tetapi di zaman
sekarang ini dengan bersenang hati bersama-sama saudara setujuan dan secita-cita memerangi nafsunya sendiri-sendiri agar dengan rela dijadikan tunggangannya hati nurani roh dan rasa menuju kepada Allah sehingga sampai, disertai dengan selalu membangun bagusnya akhlak, membeningkan hati, mensucikan jiwaraga serta senang bersama-sama saudara setujuannya untuk meramaikan syiarnya agama Allah yang suci dan murni sejati.
Adapun siapa-siapanya ahlul bait tersebut hanya ada di dalam benaknya Wasithah dengan mereka yang hati nurani roh dan rasanya sambung dengan ajarannya. Dan bagi mereka yang belum demikian halnya, kemungkinan masih dalam proses boyongannya nafsu kepada tujuan dan cita-cita hati nurani roh dan rasa. Atau bahkan yang terjadi, ternyata banyak yang berjalan di tempat. Di tempatnya nafsu dan watak akunya. Namun masih ada harapan, karena hatinya masih mempunyai rasa percaya kepada mengadanya Guru Wasithah.
Kemudian yang jelas-jelas ditolak adalah mereka yang tetap saja “ngegul-ngegulake” nafsu dan watak akunya serta mereka yang justru malah mencampur adukkan yang hak dan yang batal.
Di zaman yang semakin dekat dengan digelarnya oleh Allah cita-citanya Guru Wasithah, bagi ahlul bait, suasana batin dengan terus berprihatin dengan berusaha selalu pandai bersyukur kepada Allah SWT supaya hati nurani roh dan rasa senantiasa mapan di dalam Dawuh Guru, adalah suatu keharusan. Dengan demikian maka, berberan, sawab dan berkah pangestunya Wasithah selalu menyertai kita semua. Amin.
Pondok Sufi, Tanjung, 7 Syawal 1429 H
7 Oktober 2008 M
7 Oktober 2008 M
IMAM
GERAKAN JAMAAH LIL-MUQORROBIN,
KH. MUHAMMAD MUNAWWAR AFANDI
KH. MUHAMMAD MUNAWWAR AFANDI
Post a Comment